Sate Srepeh dari Kawasan Pecinan Rembang

Kurang rasanya jika melewati jalur pantai utara Rembang, tetapi tidak menikmati sate srepeh Bu Slamet. Makanan khas Rembang itu bisa didapatkan di rumah makan yang berada di kawasan Pecinan Rembang. Lokasinya di Jalan Dr Wahidin Nomor 9, hanya sekitar 100 meter dari jalur pantai utara Rembang.

Warung sate srepeh Bu Slamet menempati sebagian bangunan toko sepeda tertua di Rembang, “Sampoerna”. Pada bangunan berarsitektur China itu, suasana warung Jawa sangat kentara lantaran terdapat satu set pikulan sate, bangku panjang, dan anglo atau tungku masak yang terbuat dari tanah merah berbahan bakar arang.

Di warung perpaduan China-Jawa itulah sate srepeh tersaji. Sate tersebut unggul karena keunikan bentuk, resep, dan sajian. Keunikannya dari segi tampilan adalah sate srepeh berbentuk pipih. Satu tusuk berisi tiga potong daging ayam yang diiris tipis-tipis. Tidak mengherankan jika setelah dibakar dan disajikan, tepian daging itu sedikit terbakar, tetapi gurih. Unik

Bumbu sate srepeh terbilang unik juga karena berbeda dengan bumbu sate-sate lain. Resepnya adalah perpaduan antara bumbu kacang, saus sambal merah buatan sendiri, santan, dan gula merah.

Ketika tersaji, bumbu itu berwarna kuning kecoklatan dan lebih encer. Rasanya campuran gurih, asin, dan pedas. Bumbu itu terkenal dengan sebutan “srepeh” sehingga sate berbumbu itu disebut sate srepeh.

“Nenek saya mendapat resep bumbu daging itu saat bekerja di rumah pengusaha Tionghoa di Pecinan Rembang. Setelah pengusaha itu pindah, nenek saya menerapkan resep itu untuk masakan sate,” kata Abadi (31), putra keempat Bu Slamet (59), pemilik warung sate srepeh.

Sate srepeh disajikan bersama nasi tahu dengan kecambah yang diguyur bumbu kacang atau sayur lodeh. Alas sajian itu adalah daun jati yang diletakkan di atas piring. Konon, aroma daun jati diyakini semakin menambah sedap cita rasa sajian sate srepeh. Pagi hari saja

“Nenek dan ibu berjualan sate srepeh sejak 20 tahun lalu. Waktu itu, mereka menjual sate dengan cara dipikul keliling kompleks Pecinan,” cerita Abadi.

Satu porsi sate srepeh harganya Rp 10.000. Sementara, nasi tahu atau nasi sayur lodeh seporsi dihargai Rp 3.500.

Setiap hari Bu Slamet mampu menjual 500 tusuk sate, sedang pada hari-hari libur 1.000 tusuk sate. Warung sate srepeh Bu Slamet cukup istimewa lantaran hanya buka pada pagi hari, pukul 07.00-10.00.

Jika kebetulan lewat jalur utara Pulau Jawa dan melintas di wilayah Rembang, kenapa tidak menjajal sate berbumbu dan berwarung perpaduan China-Jawa itu?

Oleh: Hendriyo Widi
Sumber: Kompas Cetak

Respon (3)

  1. berkali2 ke rembang selalu saja langsung pulang ke Solo lagi
    besok pas berkunjung musti disempatin mampir dan semoga pas bisa menginap dapat kopdar dengan kawan2 blogger rembang

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *