Opini  

Mengoptimalkan Potensi Zakat di Rembang

Akhir bulan Ramadhan biasanya kaum muslim menjalankan kewajiban, yaitu zakat fitrah. Sebuah rutinitas yang sering kita jumpai, termasuk di kota Rembang. Kebanyakan orang mendistribusikan zakat pada malam takbiran. Sesuai dengan pengamatan penulis, sebagian besar para penunai zakat (muzakki) menyerahkan secara langsung face to face tanpa adanya komunikasi antar Muzakki yang lain, mana yang menurut mereka layak diberi zakat. Demikian pula pengelolaan secara keorganisasian (lewat kepanitian zakat) juga menyerahkannya langsung tanpa ada koordinasi dengan kepanitian zakat lainnya.

Penulis sangat eman dengan kondisi ini, meskipun itu adalah sebuah kewajiban dan kebaikan. Namun menurut penulis, kondisi ini menjadikan pelaksanaan distribus zakat (secara umum), khususnya zakat fitrah terlihat kurang memberikan nilai yang lebih panjang. Pertama, dengan tidak adanya komunikasi antar muzakki atau amil zakat dapat dipastikan adanya penumpukan penyaluran zakat kepada mustahiq (penerima zakat ) tertentu), sehingga kemungkinan besar ada mustahiq lain yang tidak menerima zakat sepeserpun. Kedua, penyaluran zakat tersebut hanya menyentuh pada orang-orang yang dikenal saja, sehingga nilai ukhuwah untuk yang lain menjadi lebih renggang. Ketiga, kondisi tersebut menjadikan kurang informasi dan akhirnya jalannya keberlanjutan zakat menjadi terputus.

Dari sedikit analisis penulis itu, tentunya ada bebrapa yang harus menjadi PR kita. Pertama, bagaimana menjembatani adanya komunikasi antar muzakki atau amil zakat. Melihat saat ini lembaga pengelola zakat di Rembang begitu banyak. Mulai sifat pembentukannya dari ikatan keluarga, pengajian, ormas (NU dan Muhammadiyah), sampai lembaga keuangan seperti baitul maal di BMT dan bank syariah, bahkan saat ini juga ada BAZDA yang dibentuk oleh Pemda Rembang. Hal ini merupakan sebuah potensi yang bisa dikatakan besar sehingga perlu dikelola dalam suatu wadah tersendiri untuk merumuskan kepentingan bersama. Kedua, perlu bagaimana adanya gerakan bersama tentang sadar zakat, yang bertujuan untuk membudayakan kebiasaan zakat, infaq, shodaqoh, dan wakaf maupun mengenai konsultasi, pembayaran, dan pendistribusian zakat.

Melihat jumlah penduduk Rembang (597.477 jiwa, th. 2008) dimana mayoritasnya adalah Islam, ini merupakan sebuah potensi besar bagaimana memberdayakan zakat untuk ekonomi ummat. Taruh saja, misal 1/8 dari jumlah penduduk tersebut adalah wajib zakat berarti ada sekitar 74.684 jiwa. Dari perkiraan angka tersebut merupakan potensi yang cukup, bila saja tiap bulan dari dari wajib zakat tersebut menyalurkan uangnya rata-rata Rp.1 juta, berarti sudah ada Rp.74.684.000.000. ini belum terkait dengan infaq, shodaqoh dan wakaf. Apakah ini bukan sebuah potensi luar biasa? Apabila pengeloaan zakat di Rembang dimanajemeni dengan baik, insyaallah akan memberikan kebaikan untuk umat secara lebih luas.

Oleh: Faros Ismail, Penggiat Ekonomi tinggal di Rembang.
Sumber: Buletin Media Ummat, Edisi 15/ Syawal 1431 H/ S
eptember 2010.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *